01 September 2008

Mengungkap Makna Dibalik Puasa


Bila diperhatikan, ketika Ramadhan datang, tiba-tiba semua orang disekelililing kita berubah jadi alim. Orang-orang yang biasanya tidak pernah datang ke masjid untuk shalat jama’aah, bergegas ke masjid. Bahkan bukan pemandangan asing kalau di awal-awal puasa, apakah itu shalat tarawih atau shalat shubuh setelah sahur pertama, masjid penuh sesak, bahkan sering tak bisa menampung jamaah.


Mengapa itu bisa terjadi di bulan Puasa? Bisa jadi karena puasa Ramadhan adalah ibadah wajib yang paling mendalam bekasnya pada jiwa seorang Muslim. Pengalaman selama sebulan dengan berbagai kegiatan yang menyertainya seperti berbuka, tarawih, dan makan sahur selalu membentuk kenangan yang mendalam akan masa kanak-kanak di hati seorang Muslim. Dalam pandangan Nurcholis Madjid (Cak Nur) ibadah puasa merupakan bagian dari pembentuk jiwa keagamaan seorang Muslim, dan menjadi sarana pendidikannya di waktu kecil dan seumur hidup. Sebagai contoh, di Kauman Solo, magnet puasa demikian kuat, sehingga orang-orang yang telah ‘keluar’ dari Kauman, sadar atau tidak, sangat bisa merasakan bahwa berpuasa ketika bulan Ramadhan di Kauman akan berbeda dengan tempat tinggalnya sekarang.

Pokok amalan puasa (lahiriah) puasa adalah pengingkaran jasmani dan ruhani secara sukarela dari sebagian kebutuhannya, khususnya kebutuhan yang menyenangkan. Pengingkaran yang dilakukan itu semata-mata adalah bentuk kepasrahan diri manusia kepada Khaliq-Nya seperti dalam hadits Qudsi berikut “Semua amal seorang anak Adam (manusia) adalah untuk dirinya kecuali puasa, sebab puasa adalah untuk Ku dan Aku-lah yang akan memberinya pahala”. Jadi hakikat puasa ialah sifatnya yang pribadi dan personal, bahkan merupakan rahasia antara seorang manusia dan Tuhannya. Kerahasiaan ini merupakan letak dan sumber hikmahnya, yakni kerahasiaan berkaitan erat dengan keikhlasan dan ketulusan. Antara puasa yang asli dan palsu hanyalah dibedakan oleh, misalnya seteguk air yang dicuri minum ketika seseorang sedang sendirian atau bahkan ketika mengambil air wudlu.

Dalam pandangan Cak Nur, puasa benar-benar merupakan latihan dan ujian kesadaran akan adanya Allah yang Maha Hadir dan yang mutlak tak pernah lengah sedikitpun dalam pengawasan-Nya, dalam segala tingkah laku hamba-hamba-Nya. Kesadaran ini akan melandasi ketaqwaan atau merupakan hakikat ketaqwaan itu, dan yang membimbing seseorang ke tingkah laku yang lebih baik dan terpuji. Dengan begitu diharapkan pribadi-pribadi yang tampil sebagai seseorang yang berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia (akhlaqul karimah). Dalam dimensi kerahasiaan itu, dapat ditarik pengertian bahwa puasa adalah sarana pendidikan tanggung jawab pribadi. Puasa bertujuan mendidik kita mendalami keinsyafan akan Allah yang selalu menyertai dan mengawal kita pada setiap saat dan setiap tempat. Dengan dasar keinsyafan itu, hendaknya kita tidak menjalani kehidupan ini dengan santai, enteng, dan remeh, melainkan dengan penuh kesungguhan dan keprihatinan. Sebab apapun yang kita perbuat akan kita pertanggungjawabkan nantinya di hadapan Allah.

Ketika hikmah puasa menguliti aspek tanggung jawab, ada dimensi sosial dalam kehidupan nyata. Tanggung jawab sosial, meminjam istilah Cak Nur, adalah sisi lain dari uang logam yang sama, yang satu sisinya adalah tanggung jawab pribadi. Ini artinya bahwa dalam kenyataannya kedua jenis ini tidak dapat dipisahkan, sehingga tiadanya salah satu dari keduanya akan mengakibatkan pendiadaan yang lain. Karena itu, di setiap puasa para ulama selalu mengingatkan penanaman solidaritas sosial. Tindakan menolong sesama yang kurang beruntung dalam bentuk sedekah, infak, dan zakat adalah contoh dari tanggung jawab sosial itu. Zakat fitrah yang dikeluarkan ketika bulan Puasa tiba semestinya juga harus fleksibel dengan pergerakan dan perubahan jaman, sehingga zakat fitrah tidak saja dimaknai sebagai aturan yang an sich tertera di kitab, tetapi juga sebuah sistem yang harus selalu disempurnakan dari waktu ke waktu. Kalau dalam pemahaman ukuran zakat fitrah adalah satu sha’, yang kemudian di Tanah Air menjadi 2,5 liter beras atau setara 20 ribu-an rupiah, adalah ukuran jumlah rata-rata orang makan waktu itu, yaitu Arab pada 15 abad lalu, bukan Indonesia abad 21. Dalam pandangan Cak Nur, bila unsur dinamisnya yang dipegang, sebetulnya zakat fitrah itu harus senilai jumlah jatah kita makan sehari. Bagi orang yang tingkat hidupnya sangat makmur, yang barangkali makan seharinya bisa 100 ribu, maka wajib zakat fitrahnya adalah 100 ribu bukan 2,5 liter beras.

Nah, dalam konteks puasa sebagai ajang melatih tanggung jawab pribadi dan sosial itu, sebenarnya makna puasa yang sejati bisa dibangun. Bisakah kita –sebagai anak turun Bani Soelomo-Soedomo- melakukan dengan sebaik-baiknya? Mudah-mudahan.

Akhir kata, Selamat Hari Puasa 1429 H. Selamat mereguk kenikmatan di bulan penuh hikmah ini.



7 komentar:

.KEL.THAMZ mengatakan...

Assalamu’alaikum wr.wb.

Barangkali tidak salah jika dikatakan bahwa Dinasti SOE( L/D )OMO ditahun 2008 ini sudah menjelajah kesebagian besar peta republik ini , lebih dari sekedar tanah Sriwijaya hingga ke Pulau Dewata tapi mungkin sudah bilangan Aceh sampai Jayapura.
Puji Syukur telah bisa kita manfaatkan media ini , hingga sangat mungkin dapat terwujud wajah silaturrahmi kita kapan dan dimanapun
Lebih dari setengah abat lalu Eyang putri Soelomo RA telah merintis dan membangun media silaturrahmi bagi kaumnya meskipun ketika itu beliau berstatus Janda . bersama dengan teman2nya mampu mewujudkan tempat tinggal menjadi tempat ibadah pusat kegiatan majlis Ta’lim dan majlis Tilawah. Ratusan kaum Ibu tergerak untuk mengaji dan bersilaturrahmi.
Penulis yang adalah salah satu cucunya menyebut dan memanggil beliau dan teman2nya adalah Guru Silaturrahmi Semangat perjuangannya pantas kita teladani . Sambil merenungi apa yang tertulis dalam rubrik ini
Yuk ..! kita menukik untuk menyelami , mencoba menterjemahkan makna silaturrahmi untuk diaplikasikan dalam tata hidup kekeluargaan yang selalu kita bentangkan ini.
Almarhum KRT H. Oemar Syahid Reksodipuro . tinggalkan catatan di edisi perdana SERAT SILATURRAHMI bulan syawal 1414 H ( 15 th lalu ) bunyinya begini :
” Dengan Tukar menukar pengalaman , suka duka , pahit getirnya perjuangan hidup , maka dapat kita ambil hikmahnya sebagai suri tauladan yang berharga untuk menapaki hidup yang lebih praktis , pragmatis tetapi tetap fi sabilillah ”

” TERSELIP SALAM PENULIS UTK KEL BES BANI SOEDOMO ”
Smg sgr muncul tulisan / gambarnya.

Anonim mengatakan...

Wa'alaikumsalam wr. wb.
Wah ternyata ada keluarga Ghozali di sini..
Semoga tali silaturrahmi di antara kita tetap terjaga. Amin :)

.KEL.THAMZ mengatakan...

Sebentar lagi akan muncul di sini sejarah singkat mbah kakungmu dan semua saudara kandungnya dengan fotonya Ada baiknya kalau Bundamu juga diajak menyimak terus ditunggu komentarnya
dari Pakdemu di Banten yang sering komunikasi dengan bude dan pakdemu di Batu Bulan.

Muhammad Kusairi mengatakan...

Assalaamu 'alaikum wr. wb.
Alhamdulillah saya dapat membuka dan memanfaatkan media ini.
Salah satu pendukung kesuksesan bersilaturrahmi lewat media ini adalah tertuangnya alamat-alamat lengkap kel-bes Bani Soelomo-Soedomo sampai tataran sub yang terbawab, syukur disertakan gambar/photo keluarga ybs.
Yuk kita mulai dari Sub kel. A. Ghozali yuk.
Nanti setelah ada alamat-alamat lengkap, insya Allah kita dapat memanfaatkan yang lebih jelas dan mantap.

harijadi nur mengatakan...

Asalamua'laikum wr.wb

Alhamdulillah saya sekarang bisa buka blog Banisoelomosoedomo untuk meronce kembali tali silaturohmi lewat Media ini. saya tau blog Banisoelomosoedomo dari Pakde Thamsir pada tgl 5 Juni 2010 lewat FB:harijadinur bertepatan dengan tgl. ulang tahun beliau yah... tak lupa saya ucapkan selamat ulang tahun semoga panjang umur dan selalu diberi kesehatan dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT amin
Wasalam

membantu anda mengatakan...

disini SOE (yanto) surabaya bukan termasuk dinasti he he he bagus bagus semua keluarga kalau main surabaya mampir ya

.KEL.THAMZ mengatakan...

PENGINNYA MAU MAMPIR LAGI EEE MAU JALAN KE KEDUNG ASEM KEHUJANAN DI PRIOK , MAU CARI BEBEK GORENGNYA CAK YUDHI UDAH GAK KETEMU LAGI
SLM DARI KEL THAMSIR DI BANTEN